“Jika kau berhasil menunjuki satu orang ke jalan kebajikan,
maka itu
lebih baik bagimu daripada onta merah”.
(Hadits)
Seorang guru berseloroh, saya tersesat di jalan yang benar dengan menjadi guru. Rupanya ketika lulus SLTA gurunya
menyarankan dia masuk politeknik, sejak kelas dua SLTA dia berkeinginan kuliah
di fakultas dakwah, last minute ketika mengisi formulir pendaftaran yang
dipilih tarbiyah-syariah-ushuludin. Dia diterima di fakultas tarbiyah.
Kejadian ini bukan satu-satunya di dunia, banyak kisah yang tak terungkap,
tetapi kesesatan ini tak boleh menyesatkan peserta didik.
Peserta didik ibarat pasien, pendidik sebagai
dokter. Pendidik tidak boleh salah mendiagnosa peserta didik apalagi sampai
terjadi maalpraktik. Jika hal ini terjadi akibatnya fatal, karena
peserta didik adalah aset peradaban masa depan. Guru harus mau dan mampu membantu
peserta didik memiliki karakter yang kuat, hingga kelak berkemampuan memikul
tanggung jawab sebagai asset peradaban.
Karakter merupakan ciri khas yang melekat pada
kepribadian seseorang dan tercermin dalam sikap, perilaku, dan cara merespon
stimulus-pengaruh dari luar. Semakin kuat karakter seseorang, semakin rendah
tingkat responnya terhadap stimulus. Semakin lemah karakter seseorang, semakin
tinggi responnya terhadap stimulus. Karakter berarti: apa yang tetap orang
lakukan walau tidak ada yang sudi memperhitungkan; apa yang membuat orang tetap
tegar ketika orang lain tidak ada yang menghargai; apa yang membuat orang tetap
bahagia saat orang lain tidak ada yang mendukung; dan apa yang tetap orang
percayai saat seseorang melakukan kesalahan.
Bagaimana strateginya agar peserta didik bisa tumbuh dengan
karakter kuat? Peserta didik harus difasilitasi dan didukung sistem
persekolahan yang bagus, dengan pendidikan bermakna. Pendidikan bermakna
ditandai empat sikap para guru yang memperagakan passion for knowledge;
learn, share, formulate, dan practice.
Learn, para guru yang
senantiasa berkeinginan kuat mempelajari pengetahuan baru. Bahkan lebih dari
sekedar learn. Jika learn sebagai upaya mengumpulkan dan
mengkontruksi informasi baru, guru harus mampu melakukan unlearn (dekontruksi)
serta relearn (rekontruksi). Ilmu senantiasa berkembang, learn
merupakan upaya menerima informasi baru, unlearn adalah sikap legowo
melepaskan pengetahuan yang telah tergantikan oleh realitas ilmu yang lebih
baru, dan relearn adalah memperbaiki pengetahuan yang salah,
meningkatkan keterampilan yang kurang, meluruskan pemahaman yang keliru,
mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih dekat dengan kebenaran.
Share, selalu
memperkaya diri dan sesama dengan saling berbagi pengetahuan. Kenyataan
membuktikan alam takambang adalah sumber belajar yang kompleks. Guru
bukan mahluk yang tahu segalanya dan bukan satu-satunya sumber belajar. Bahkan
sering beberapa hal guru perlu jujur mendapatkan informasi baru dari peserta
didik, dalam situasi ini guru sebagai manusia dewasa berperan memberikan
pertimbangan agar informasi baru membawa maslahat. Saling berbagi
pengetahuan memungkinkan guru menjadi manusia dewasa yang makin arif bijaksana.
Jangan pernah menjadi seperti orang yang berpaham, beri informasi sedikit untuk
mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, ini bukan karakter guru.
Formulate, berani
memformulasikan konsep dan pemikiran baru. Di tengah kelesuan penelitian guru,
dengan beragam alasan, masih ada guru-guru yang tekun mengadakan penelitian.
Ada kajian pustaka, penelitian tindakan, bahkan ada penelitian survei. Dari
hasil penelitian yang dipublikasikan, guru dapat membaca dan mendapatkan konsep
dan pemikiran baru. Kemampuan analisis guru memungkinkan memilah dan memilih
konsep dan pemikiran baru yang relevan dengan lingkungannya serta
memformulasikan menjadi sebuah ilmu yang membawa manfaat untuk diri dan peserta
didik. Hal tersebut dibutuhkan kemauan yang kuat untuk mengalahkan nafsu yang
ingin standby di zona nyaman, serta harapan besar terjadinya sebuah
perubahan yang berarti.
Practice, mampu
mengaitkan pengetahuan yang diajarkan dengan kebutuhan hidup sehari-hari
peserta didik. Ini bukan sesuatu yang mudah, tapi suatu keniscayaan. Rasulullah
pernah berpesan didiklah anakmu dengan sesuatu yang berbeda dengan zamanmu.
Kesadaran ini akan mengantarkan guru berpikir bahkan merenung tentang hal
terbaik apa yang akan diwariskan kepada peserta didik melalui pengembangan
kompetensi peserta didik-pendidikan. Kadang kala guru perlu berpikir bahwa
inspirasi bagi peserta didik jauh lebih berharga dari sekedar materi ajar,
artinya pencapaian materi ajar perlu disertai inspirasi yang menyampaikan
pemahaman peserta didik tentang nilai-nilai praktis bagi aktifitas hidup
sehari-hari.
Akhirnya,
walau berawal dari tersesat di jalan yang benar, profesi guru memerlukan
kesungguhan guru menjadi guru pembelajar yang memperagakan passion for
knowledge, untuk terlahirnya peserta didik yang memiliki karakter yang
kuat.